TUGAS
AKHIR
PENGENALAN
GAMELAN JAWA
Oleh :
Cucuk Idayawati Wibiandarsih
D1
PVB PKK
TEKNIK
INFORMATIKA
POLITEKNIK
KOTA MALANG
2013
KATA PENGANTAR
Puji
Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat yang telah
diberikan, sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas akhir dengan judul “Pengenalan Gamelan Jawa”, dengan baik dan
lancar.
Tugas akhir merupakan salah satu
syarat yang harus ditempuh oleh mahasiswa untuk menyelesaikan program studi D-1 Teknik Informatika di Politeknik Kota Malang. Selain itu juga
bertujuan untuk memberi bekal pengalaman dan pengetahuan pada mahasiswa dalam
menghadapi dunia kerja.
Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat
sebagaimana mestinya. Penulis menyadari
bahwa karya tulis ini belumlah sempurna. Untuk itu, saran dan kritik dari
pembaca sangat diharapkan. Atas saran dan kritiknya, penulis ucapkan terima
kasih.
Malang, Juli 2013
Penulis,
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar
Isi
BAB
I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
1.2.
Tujuan
1.3.
Manfaat
BAB
II PEMBAHASAN
2.1.
Sejarah
2.2.
Nama Instrumen
2.3.
Pengenalan Gamelan Jawa kepada Generasi
Muda
BAB
III PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
3.2.
Saran
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Beraneka
ragam kebudayaan Indonesia tersebar dipulau-pulau yang terbujur dari Sabang
sampai Merauke. Kebudayaan sebagai hasil dari peradaban manusia. Dengan
berbagai bentuk hasil kebudayaan seperti adat istiadat, tarian, musik ataupun
acara ritual, yang secara turun temurun dilestarikan oleh penduduk. Di Pulau
Jawa terdapat beraneka suku bangsa yang memiki kebudayaan sendiri-sendiri.
Masyarakat suku Jawa merupakan masyarakat dengan jumlah populasi terbesar di
Indonesia. Jumlahnya mencapai hampir setengah dari keseluruhan populasi
masyarakat yang tinggal di Indonesia. Jawa Tengah salah satu propinsi yang ada
dipulau Jawa memiliki ciri khas kebudayaan yang tidak dimiliki oleh daerah
lain, dari arsitektur bangunan, pakaian adat, adat istiadat, acara ritual
sampai kesenian. Ciri khas ini tidak dimiliki oleh daerah lain, sehingga
memberikan perbedaan. Faktor historis yang mempengaruhi perbedaan ini.
Gamelan adalah satu alat musik tradisional yang sangat
terkenal di pulau jawa dan banyak sekali diminati oleh masyarakat, baik dari
memainkan alat musik tersebut hingga mendengarkan musik tersebut. Akan tetapi di era modern sekarang ini, budaya
tradisional pun mulai tergeser secara perlahan oleh budaya asing. Hal ini dikarenakan generasi muda tidak mau
mengenal dan melestarikan budayanya sendiri, tetapi mereka lebih memilih
mengenal lebih dalam budaya asing tersebut.
Sehinnga secara perlahan budaya tradisional akan tergantikan dan mungkin
bisa musnah karena tidak ada generasi muda yang meneruskannya.
Untuk melestarikan salah satu budaya Indonesia yaitu
Gamelan Jawa, maka penulis pun mengangkatnya dengan tujuan dapat menyadarkan
generasi muda bahwa budaya yang mereka miliki lebih berharga dari budaya lain.
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1. Bagaimana sejarah Gamelan Jawa?
1.2.2. Apa saja nama-nama instrumen dalam Gamelan Jawa?
1.2.3. Bagaimana melestarikan Gamelan Jawa?
1.3
Tujuan
1.3.1. Untuk
mengetahui sejarah Gamelan Jawa
1.3.2. Untuk
mengetahui nama -
nama instrumen dalam Gamelan Jawa
1.3.3. Mengenalkan Gamelan Jawa kepada Generasi Muda
1.4
Manfaat
Memperkenalkan
salah satu alat musik tradisional yang berasal dari kebudayaan Jawa, yaitu
Gamelan Jawa.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Sejarah
Gamelan Jawa
merupakan seperangkat instrumen sebagai pernyataan musikal yang sering disebut dengan
istilah karawitan. Karawitan berasal dari bahasa Jawa rawit yang berarti rumit,
berbelit-belit, tetapi rawit juga berarti halus, cantik, berliku-liku dan enak.
Kata Jawa karawitan khususnya dipakai untuk mengacu kepada musik gamelan, musik
Indonesia yang bersistem nada non diatonis (dalam laras slendro dan pelog) yang
garapan-garapannya menggunakan sistem notasi, warna suara, ritme, memiliki
fungsi, pathet dan aturan garap dalam bentuk sajian instrumentalia, vokalia dan
campuran yang indah didengar.
Seni gamelan
Jawa mengandung nilai-nilai historis dan filosofis bagi bangsa Indonesia.
Dikatakan demikian sebab gamelan Jawa merupakan salah satu seni budaya yang
diwariskan oleh para pendahulu dan sampai sekarang masih banyak digemari serta
ditekuni. Secara hipotetis, sarjana J.L.A. Brandes (1889) mengemukakan bahwa
masyarakat Jawa sebelum adanya pengaruh Hindu telah mengenal sepuluh keahlian,
diantaranya adalah wayang dan gamelan. Menurut sejarahnya, gamelan Jawa juga
mempunyai sejarah yang panjang. Seperti halnya kesenian atau kebudayaan yang
lain, gamelan Jawa dalam perkembangannya juga mengalami perubahan-perubahan.
Perubahan terjadi pada cara pembuatanya, sedangkan perkembangannya menyangkut
kualitasnya. Dahulu pemilikan gamelan ageng Jawa hanya terbatas untuk kalangan
istana. Kini, siapapun yang berminat dapat memilikinya sepanjang bukan
gamelan-gamelan Jawa yang termasuk dalam kategori pusaka (Timbul Haryono,
2001).
Gamelan yang
lengkap mempunyai kira-kira 72 alat dan dapat dimainkan oleh niyaga (penabuh)
dengan disertai 10 – 15 pesinden dan atau gerong. Susunannya terutama terdiri
dari alat-alat pukul atau tetabuhan yang terbuat dari logam. Alat-alat lainnya
berupa kendang, rebab (alat gesek), gambang yaitu sejenis xylophon dengan
bilah-bilahnya dari kayu, dan alat berdawai kawat yang dipetik bernama siter
atau celepung.
Gamelan Jawa
mempunyai tanggapan yang luar biasa di dunia internasional. Saat ini telah
banyak diadakan pentas seni gamelan di berbagai negara Eropa dan memperoleh
tanggapan yang sangat bagus dari masyarakat di sana. Bahkan sekolah-sekolah di
luar negeri yang memasukan seni gamelan sebagai salah satu musik pilihan untuk
dipelajari oleh para pelajarnya juga tidak sedikit. Tapi ironisnya di negeri
sendiri masih banyak orang yang menyangsikan masa depan gamelan. Terutama para
pemuda yang cenderung lebih tertarik pada musik-musik luar yang memiliki
instrumen serba canggih. Dari sini diperlukan suatu upaya untuk menarik minat
masyarakat kepada kesenian tradisional yang menjadi warisan budaya bangsa
tersebut.
2.2.
Nama
Instrumen
2.2.1. Kendhang:
Terbuat dari kulit hewan (Sapi atau kambing)
Kendhang
berfungsi utama untuk mengatur irama. Kendhang ini dibunyikan dengan
tangan, tanpa alat bantu. Jenis kendang yang kecil disebut ketipung, yang menengah
disebut kendang ciblon/kebar. Pasangan ketipung ada satu lagi bernama kendang
gedhe biasa disebut kendang kalih.
Kendang
kalih dimainkan pada lagu atau gendhing yang berkarakter halus. Untuk
bermain kendhang, dibutuhkan orang yang sangat mendalami budaya Jawa, dan
dimainkan dengan perasaan naluri si pemain, tentu saja dengan aturan-aturan
yang ada.
2.2.2. Demung,
Saron, Peking
Alat
ini berbentuk bilahan dengan enam atau tujuh bilah (satu oktaf )
ditumpangkan pada bingkai kayu. Instrumen ini ditabuh dengan tabuh dibuat dari
kayu. Menurut ukuran dan fungsinya,
terdapat tiga jenis saran: demung (Paling besar), saron (Sedang) dan, peking (Paling
kecil).
DEMUNG
Alat
ini berukuran besar dan beroktaf tengah. Demung memainkan balungan gendhing
dalam wilayahnya yang terbatas. Umumnya, satu perangkat gamelan mempunyai satu
atau dua demung. Tetapi ada gamelan di kraton yang mempunyai lebih dari dua
demung.
SARON
Alat
ini berukuran sedang dan beroktaf tinggi. Seperti demung, saron barung
memainkan balungan dalam wilayahnya yang terbatas. Pada teknik tabuhan
imbal-imbalan, dua saron memainkan lagu jalin menjalin yang bertempo cepat. Seperangkat
gamelan mempunyai dua saron, tetapi ada gamelan yang mempunyai lebih dan dua
saron.
PEKING
Berbentuk
saron yang paling kecil dan beroktaf paling tinggi. Saron panerus atau peking
ini memainkan tabuhan rangkap dua atau rangkap empat lagu balungan.
2.2.3. Gong
dan Kempul
Gong
menandai permulaan dan akhiran gendhing dan memberi rasa keseimbangan setelah
berlalunya kalimat lagu gendhing yang panjang. Gong sangat penting untuk
menandai berakhirnya satuan kelompok dasar lagu, sehingga kelompok itu sendiri (yaitu
kalimat lagu di antara dua tabuhan gong) dinamakan gongan.
Ada
dua macam gong: gong ageng (besar) dan gong suwukan atau gong siyem yang
berukuran sedang.
2.2.4. Bonang
Bonang
dibagi menjadi dua jenis, yaitu bonang barung dan bonang panerus. Perbedaannya
pada besar dan kecilnya saja, dan juga pada cara memainkan iramanya. Bonang
barung berukuran besar, beroktaf tengah sampai tinggi.
Khususnya
dalam teknik tabuhan pipilan, bonang barung memainkan pembuka gendhing dan
menuntun alur lagu gendhing. Pada teknik tabuhan imbal-imbalan, bonang barung
tidak berfungsi sebagai lagu penuntun; ia membentuk pola-pola lagu
jalin-menjalin dengan bonang panerus, dan pada aksen aksen penting bonang boleh
membuat sekaran (lagu-lagu hiasan), biasanya di akhiran kalimat lagu.
Bonang
panerus adalah bonang yang kecil, beroktaf tinggi. Pada teknik tabuhan
pipilan, irama bonang panerus memiliki kecepatan dalam bermain dua kali lipat
dari pada bonang barung. Walaupun mengantisipasi nada-nada balungan, bonang panerus
tidak berfungsi sebagai lagu tuntunan, karena kecepatan dan ketinggian wilayah
nadanya. Dalam teknik tabuhan imbal-imbalan, bekerja sama dengan bonang barung,
bonang panerus memainkan pola-pola lagu jalin menjalin.
2.2.5. Slenthem
Menurut
konstruksinya, slenthem termasuk keluarga gender, malahan kadang-kadang ia
dinamakan gender panembung. Tetapi slenthem mempunyai bilah sebanyak bilah
saron. Slenthem beroktaf paling rendah dalam kelompok instrumen saron. Seperti
demung dan saron barung, slenthem memainkan lagu balungan dalam wilayahnya yang
terbatas.
2.2.6. Kethuk
dan Kenong
Kenong
merupakan satu set instrumen jenis mirip gong berposisi horisontal,
ditumpangkan pada tali yang ditegangkan pada bingkai kayu. Dalam memberi
batasan struktur suatu gendhing, kenong adalah instrumen kedua yang paling
penting setelah gong.
Kenong
membagi gongan menjadi dua atau empat kalimat kenong. Di samping berfungsi menggaris-bawahi
struktur gendhing, nada-nada kenong juga berhubungan dengan lagu gendhing; ia
bisa memainkan nada yang sama dengan nada balungan; ia boleh juga mendahului
nada balungan berikutnya untuk menuntun alun lagu gendhing; atau ia dapat
memainkan nada berjarak satu kempyung dengan nada balungan.
Pada
kenongan bergaya cepat, dalam ayakayakan, srepegan, dan sampak, tabuhan kenong
menuntun alur lagu gendhing-gendhing tersebut. Kethuk sama dengan kenong,
fungsinya juga sama dengan kenong. Kethuk dan kenong selalu bermain
jalin-menjalin, perbedaannya pada irama bermainnya saja.
2.2.7. Gender
Instrumen
terdiri dari bilah-bilah metal ditegangkan dengan tali di atas bumbung-bumbung
resonator. Gender ini dimainkan dengan tabuh berbentuk bulat (dilingkari lapisan
kain) dengan tangkai pendek. Sesuai dengan fungsi lagu, wilayah nada, dan
ukurannya, ada dua macam gender: gender barung dan gender panerus.
2.2.8. Gambang
Instrumen
dibuat dari bilah – bilah kayu dibingkai pada gerobogan yang juga berfungsi
sebagai resonator. Berbilah tujuh-belas sampai dua-puluh bilah, wilayah gambang
mencakup dua oktaf atau lebih. Gambang dimainkan dengan tabuh berbentuk bundar
dengan tangkai panjang biasanya dari tanduk/sungu.
2.2.9. Rebab
Instrumen
kawat-gesek dengan dua kawat ditegangkan pada selajur kayu dengan badan berbentuk
hati ditutup dengan membran (kulit tipis) dari babad sapi. Sebagai
salah satu dari instrumen pemuka, rebab diakui sebagai pemimpin lagu dalam
ansambel, terutama dalam gaya tabuhan lirih.
Pada
kebanyakan gendhing-gendhing, rebab memainkan lagu pembuka gendhing, menentukan
gendhing, laras, dan pathet yang akan dimainkan. Wilayah nada rebab mencakup
luas wilayah gendhing apa saja. Maka alur lagu rebab memberi petunjuk yang
jelas jalan alur lagu gendhing. Pada kebanyakan gendhing, rebab juga memberi tuntunan
musikal kepada ansambel untuk beralih dari seksi yang satu ke yang lain.
2.2.10. Siter
Siter
merupakan bagian ricikan gamelan yang sumber bunyinya adalah string (kawat)
yang teknik menabuhnya dengan cara di petik. Jenis instrumen ini di lihat dari
bentuk dan warna bunyinya ada tiga macam, yaitu siter, siter penerus (ukurannya
lebih kecil dari pada siter), dan clempung (ukurannya lebih besar dari pada
siter). Dalam sajian karawitan klenengan atau konser dan iringan wayang fungsi
siter sebagai pangrengga lagu.
2.2.11. Suling
Jenis
instrumen gamelan lainnya yang juga berfungsi sebagai pangrengga lagu adalah
suling. Instrumen ini terbuat dari bambu wuluh atau paralon yang diberi lubang
sebagai penentu nada atau laras. Pada salah satu ujungnya yaitu bagian yang di
tiup yang melekat di bibir diberi lapisan tutup dinamakan jamangan yang
berfungsi untuk mengalirkan udara sehingga menimbulkan getaran udara yang
menimbulkan bunyi atau suara Adapun teknik membunyikannya dengan cara di tiup.
Di
dalam tradisi karawitan, suling ada dua jenis, yaitu bentuk suling yang
berlaras Slendro memiliki lubang empat yang hampir sama jaraknya, sedangkan
yang berlaras Pelog dengan lubang lima dengan jarak yang berbeda. Ada pula
suling dengan lubang berjumlah enam yang bisa digunakan untuk laras Pelog dan
Slendro. Untuk suling laras Slendro dalam karawitan Jawatimuran apabila empat
lubang di tutup semua dan di tiup dengan tekanan sedang nada yang dihasilkan
adalah laras lu (3), sedangkan pada karawitan Jawatengahan lazim dengan laras
ro (2).
2.3. Pengenalan Gamelan Jawa kepada Generasi Muda
Pada
masa sekarang ini ada kecenderungan perbedaan persepsi yang dilakukan oleh
generasi-generasi muda melalui berbagai atraksi kebudayaan yang pada segi-segi
lain kelihatan agak menonjol, tetapi ditinjau dari segi yang lain lagi
merupakan kemunduran, terutama yang menyangkut gerak-gerak tari dan penyuguhan
gendhing-gendhing yang dikeluarkan.
Anak
muda terlihat tak tertarik gamelan karena tidak ada yang mengenalkan. Selain
itu tidak ada yang mengajarkan. Itu tidak bisa disalahkan karena mayoritas
orang tua, bahkan lingkungan sekolah, tidak mendukung anak mengenal gamelan.
Bagi generasi muda, gamelan sulit diminati kalau dibunyikan seperti masa-masa
dulu pada era orang tua atau kakek dan nenek mereka. Anak muda sekarang lebih
menyukai jika membunyikan gamelan sesuka mereka dan dipasangkan dengan alat
musik dan seni apa saja. Walaupun begitu, lewat cara-cara inilah gamelan mendapat
jalan untuk lestari.
Gamelan
bukan sekadar alat musik tradisional atau obyek, namun ada spirit di dalamnya,
yakni kebersamaan. Yang penting di sini adalah manusianya, yaitu bagaimana
mereka merasa dekat dengan gamelan. Perlu dipikirkan pula demi kelestarian
kebudayaan kita sendiri yang sungguh-sungguh Adhi Luhur, penuh dengan estetika,
keharmonisan, ajaran-ajaran, filsafat-filsafat, tatakrama, kemasyarakatan,
toleransi, pembentukan manusia-manusia yang bermental luhur, tidak lepas pula
sebagai faktor pendorong insan dalam beribadah terhadap Tuhan, yaitu dengan
sarana kerja keras dan itikat baik memetri atau menjaga seni dan budaya
sendiri. Jangan sampai ada suatu jurang pemisah atau gap dengan sesepuh yang
benar-benar mumpuni (ahli). Bahkan komunikasi perlu dijaga sebaik-baiknya
dengan sesepuh sebagai sumber atau gudang yang masih menyimpan berbagai ilmu
yang berhubungan dengan masalah kebudayaan itu sendiri, terutama para empu-empu
karawitan, tari dsb.
Gamelan
merupakan seperangkat alat musik kesenian asli bangsa Indonesia yang terdiri
dari kendang, rebab, celempung, gambang, gong dan seruling bambu. Bagi orang
jawa gamelan juga merupakan suatu filsfaat pandangan hidup antara keselarasan
antara jasmani dan rohani, yaitu keselaran dalam berbicara dan bertindak
sehingga tidak memunculkan ekspresi yang meledak-ledak serta toleransi antara
sesama.
Hampir
diseluruh wilayah Indonesia terdapat perangkat gamelan dengan kombinasi yang
bervariasi. Tidaklah selengkap di Jawa-Bali sebagai pusat penyebaran kebudayaan
tertua di Indonesia. Dalam perkembangannya gamelan dibagi menjadi dua yaitu
gamelan klasik dan kontemporer. Salah satu bentuk gamelan kontemporer adalah
jazz-gamelan.
Akhir-akhir
ini gamelan di negeri sendiri seperti di anak tirikan, bahkan terancam hilang
kelestarian kebudayaan gamelan karena secara perlahan tersingkirkan oleh
kebudayaan luar. Padahal tanggapan dari dunia internasional sangatlah luar
biasa, apalagi di Eropa telah banyak diadakan pentas seni gamelan. Bahkan di
luar negeri, gamelan dimasukan sebagai salah satu musik pilihan untuk
dipelajari dan tidak sedikit yang mempelajari. Lebih dikhawatirkan lagi seni
musik gamelan dicap sebagai seni musik dari bangsa lain. Di Indonesia, generasi
muda sekarang ini tidak terlihat tertarik karena seni musik gamelan tidak ada
yang mengenalkannya, selain itu tidak ada yang mengajarkan.
Alat
musik gamelan dimainkan sesukanya, apabila dimainkan secara klasik sulit untuk
diminati oleh generasi muda karena akan merasa seperti kakek-kakek dan
nenek-nenek, tetapi ini lah cara untuk melestarikannya.
Untuk
tetap melestarikan kebudayaan seni musik gamelan di Indonesia agar tidak dicap
sebagai kesenian musik kebudayaan oleh negara lain adalah dengan cara
memperkenalkan seni musik gamelan kepada generasi muda sedini mungkin, yaitu
seni musik gamelan di masukan kedalam mata pelajaran kesenian atau bahkan di kenalkan
dari taman kanak-kanak.
Selain
dengan cara memperkenalkan seni musik gamelan sedini mungkin juga tetap
menjalin silahturahmi antara sesepuh yang ahli dalam kesenian gamelan sehingga
tidak ada jarak pemisah antara generasi muda dan tua. Sehingga ada yang
mengajari dan yang memperkenalkan kesenian gamelan agar tetap lestari.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Gamelan adalah
satu alat musik tradisional yang sangat terkenal di pulau jawa dan banyak
sekali diminati oleh masyarakat, baik dari memainkan alat musik tersebut hingga
mendengarkan musik tersebut. Alat musik ini terdiri dari berbagai macam instrument. Nama instrument
tersebut adalah kendhang, demung, saron, peking, gong, kempul, boning, slentem,
kethuk, kenong, gender, gambang, rebab, siter, dan suling. Perpaduan instrumen-
instrumen tersebut akan menghasilkan musik yang indah untuk dinikmati.
Oleh karena itu, gamelan jawa sudah seharusnya
diperkenalkan pada masyarakat luas, khususnya generasi muda. Agar mereka
mengetahui budaya tradisional yang mereka miliki, bahkan secara langsung
melestarikannya.
3.2.
Saran
Dari
pembahasan diatas dapat dilakukan berbagai upaya dalam mengenalkan gamelan jawa
kepada generasi muda, sebagai berikut :
1. Bekerjasama dengan instansi terkait
seperti Diknas, Badan Musyawarah Adat, melaksanakan penyuluhan, seminar dan
diskusi tentang nilai-nilai tradisional.
2. Bekerjasama dengan pihak swasta
melaksanakan pagelaran seni budaya daerah.
3. Melaksanakan sosialisasi tentang
pelestarian kebudayaan.
4. Menghimbau masyarakat untuk tetap
melestarikan adat istiadat yang relevan, bukan irasional.
5. Menanamkan sejak dini kepada
generasi penerus tentang pentingnya melestarikan dan menjaga kebudayaan.
6. Memberikan penghargaan terhadap
orang yang berjasa melestarikan budaya.
DAFTAR PUSTAKA
Pri, Yudhi. 2010. Bagian Alat Musik Gamelan. Yogyakarta: (online), (http://yudhipri.wordpress.com/2010/06/15/bagian-alat-musik-gamelan/) diakses pada tanggal 28 Juni 2013
Susanto, Heru. 2011. Gamelan di Indonesia. Banyumas: (online), (http://heroesoesanto.blogspot.com/2011/02/gamelan-adalah-alat-musik-yang-terbuat.html) diakses pada tanggal 28 Juni 2013
Susanto, Heru. 2011. Gamelan Jawa. Banyumas: (online), (http://heroesoesanto.blogspot.com/2011/02/gamelan-jawa.html), diakses pada tanggal 28 Juni
2013